Air Galon Jadi Sebab Kelas Menengah Jatuh Miskin, Ini Penjelasannya

Pekerja memindahkan Galon air mineral dengan alat berat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Selasa (4/6/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja memindahkan Galon air mineral dengan alat berat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Selasa (4/6/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Ekonom senior Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dia mengatakan tekanan ekonomi warga kelas menengah juga muncul akibat kebiasaan sehari-hari seperti kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon.

“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” kata Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dikutip Jumat, (30/8/2024).

Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan kebiasaan mengkonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara. Di negara maju misalnya, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum.

“Daya beli kelas menengahnya aman karena untuk air pun mereka tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak,” kata dia.

Meski begitu, Bambang mengatakan faktor kebutuhan air minum hanyalah satu dari banyak faktor lain yang menyebabkan banyak kelas menengah turun ‘kasta’ ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Bambang menduga faktor utama tumbangnya kelas menengah RI adalah pandemi Covid-19.

“Penyebabnya itu variatif. Karena kan kita lihat datanya dari 2019 ke 2023. Jadi penyebab pertama adalah Covid,” ujar dia.

Selama Covid-19, kata dia, banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan. Sementara sebagian lainnya, mengalami kebangkrutan bisnis.

“Jangan lupa loh Covid itu terjadi 2 tahun dan yang terjadi pada waktu itu ada kelas menengah yang kehilangan pekerjaan dan kelas menengah yang bisnisnya berhenti atau bangkrut,” ungkapnya.

Apesnya, kata dia, setelah pandemi mereda masyarakat kembali dihantam problem lainnya seperti tingkat suku bunga yang tinggi. Kenaikan suku bunga itu, kata dia, mau tak mau turut mempengaruhi perekonomian.

“Jadi saya melihatnya kombinasi yang dimulai dari Covid, kemudian diperpanjang dengan tingkat bunga tinggi, nilai tukar melemah, apa-apa jadi mahal,” kata dia.

Tak cuma suku bunga tinggi, Bambang mengatakan upaya kelas menengah untuk bangkit dari Covid-19 juga dihantam oleh naiknya harga beras karena efek El Nino. Meskipun inflasi secara umum stabil, Bambang mengatakan kenaikan harga beras itu membuat daya beli kelas menengah menurun.

“Kombinasi itulah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*